Minggu, 08 Juni 2008

Mengadu ke Bung Karno







T. WIJAYA
Mengadu ke Bung Karno

Bung. Bung. Bung. Bung. Bung Karno. Merdeka.
Air mata kami seperti pasir. Satu-satu menerobos kelopak mata. Mulut kami seperti kompor. Satu-satu meledak. Tangan kami seperti senjata. Berebutan menembak tetangga. Dor. Dor. Dor. Dor. Dor. Dor.

Bung. Bung Karno. Aku di sini. Hutan. Hutan. Kera-kera mencakari piring dan cangkir kami. Mereka berak di kebun kami. Ladang kami dijaga gajah. Mereka menginjak padi kami.

Kapal dagang mereka menjaga jalan setiap pagi. Mencegat kami pergi ke sekolah. Membakar kami di setiap malam. Melumuri kami dengan keju-keju babi. Bung. Bung Karno. Bung. Merdeka!

Keluargaku membeku di hadapan televisi. Bunga-bunga gagal mengirim oksigen ke setiap sudut rumah. Suamiku melulu merokok. Dia bergoyang seperti Elvis Presley. Dia duduk seperti John Lenon. Meludahi kemaluannya. Tiap senja, meraton ke jalan-jalan penuh pedagang kaki lima.

Bung. Bung. Bung. Bung. Bung Karno. Merdeka.
Sekarang kami tinggal di rumah toko. Keluargaku menjual pulsa telepon. Kami membiarkan orang-orang menjelaskan diri. Panjang. Panjang. Sampai telinganya meledak.

Bung Karno. Kepercayaan di bawah kompor gas.

2008

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Bang TW, gini hari kali aje Bung Karno udah ngga' peduli ame ini negeri. Tuh buktinye, ampe ade CAGUB Sumsel 2008-2013 yang nyerobot bini' orang, tetap pede and berani-beraninye ngaku sbg PELOPOR. He..he..lanjut Bung!

T. Wijaya mengatakan...

Itulah, dan itulah, kata Bung Karno, "Siapa pernah bilang Bung Karno tidak pernah bersalah?" dan kita pun berkata, "Pelopor mana yang tidak pernah...hehehhe?"

Video MUSI MENGALIR

Slide Keluarga