Selasa, 23 September 2008

Revolusi Sapi



T. WIJAYA
Revolusi Sapi

Subuh bukanlah sapi, meskipun haus. Sapi punya susu, walaupun subuh ini dia tertidur di kepalaku. Aku tahu, engkau tahu, semua tahu, para hakim melintas di samping mejaku. Ayo tuduh! Sapi itu telah membunuh susunya. Susu itu telah membunuh kodratnya. Kemiskinan yang terpelihara di kandangnya.
Senjata di mulut para hakim. Mereka belum mati. Belum merah betul pelurumu. Masih kuning dan hijau di jemarimu. Telunjuk dan mulutmu yang senang dengan pemberitaan. Menjemput mati sebagai pendongeng akhirnya.
Revolusi tergesa-gesa dan tidak tahan. Kawan-kawan lahir dari kemaluan sapi. Lapar melulu dengan rumput-rumput. Hanya bayangan saja padang pasir yang dipelajari. Sekolah lantaran malas belajar. Akhirnya duduk sebagai kalkulator.
Siang bukanlah sapi, meskipun lapar. Senjata di mulut para hakim. Peluru kita belum merah. Sapi punya kandang, hijau warnanya, kuning lantainya. Mereka tidak mati dengan sendirinya. Jangan biarkan malam menjadi sapi. Ini terakhir.

2008

Senin, 22 September 2008

Para Penjaga Surga


T. WIJAYA
Para Penjaga Surga

Mereka yang lelah, berlari membuat lorong menjadi penjaga surga. Memancung kepala Soekarno dan Hatta. Menginjak-injaknya sambil berteriak, Tuhan jangan beri kolam susu dan perempuan cantik kepada mereka. Mereka menyesatkan. Indonesia mereka jadikan rumah penuh lorong, dan penuh pohon.
Bukankah itu indah? Tidak, jawab mereka. Sesuatu yang banyak, tidaklah indah. Itu suatu yang membingungkan. Kami menjadi bingung, dan kecil. Kami sulit menyeleksi mereka. Ajaranmu menjadi sulit. Satu pohon, tentulah lebih praktis dan gaya.
Bukankah itu hakKu? Tidak, jawab mereka. Kau adalah sekumpulan tradisi kami. Keyakinan kami. Bukan keyakinan sepanjang laut, dan sebanyak pasir. Kau adalah satu kristal. Kamilah penjaganya.
Surga itu kian menjadi sempit. Para penjaga surga berebut menjadi satu. Yang tidak, gugur menjadi yang sesat.
Saya kian asing dalam pergaulan surga. Mungkinkah surga harus terus dijaga?
Tuhan, bebaskan surga dari para penjaganya, aku ingin kolam susu dan perempuan cantik milik 1.003.009.553.000.111.535.222.234.333 manusia.

2008

Jumat, 19 September 2008

Ruang Kerjaku



T.WIJAYA
Ruang Kerjaku

Tak ada yang menghubungiku. Kotaku mendadak sepi. Melayani istri dan anak-anak yang selalu dengan keinginan dan kemarahan yang sama. Mulut-mulut itu semacam wahyu yang dinantikan para pengaku nabi. Aku pun sebenarnya tidak menyiapkan banyak kata. Persis istri dan anak-anak.
Ada pesan yang melintas di seberang jendela ruang kerjaku: Tiga ayam kehilangan warna putihnya. Debu dan kotorannya telah memandikan segalanya. Matahari hanya marah. Panas saja. Hujan tak lagi.
Tiba-tiba dari kesepian. Chairil, berapa lama kau tak menulis puisi? Di ranjangmu bule-bule mulus dijepit senjata api. Pakaian perang abahku dibakar di kolong rumah. Ibuku takut suaminya melanjutkan...
Tak ada yang menghubungiku. Hutan semak merayapi kotaku. Ular, biawak, harimau, ulat bulu, tikus, bukanlah teman.
Ruang kerjaku, meledaklah!

2008

Video MUSI MENGALIR

Slide Keluarga