Minggu, 19 Oktober 2008

Aku Mencuci Pakaian Anakku

T.WIJAYA

Tidak ada catatan mimpiku di saku celana mereka. Bungkus permen, uang logam, remahan kue, cairan coklat, melekat. Susah sekali digilas iklan diterjen. Sama-sama membuat kedua telapak tanganku panas, disusupi angin, hingga ke bibir tulang. Aromanya pesing seperti keringat yang keluar dari ketiak para pemain sepakbola, yang mahal ditonton.
Suara air menghentak, tidak memperdulikan teriakan ayam dari telepon genggam yang tidak mampu menjaga rahasia keluarga. Di hadapannya, mesin cuci membeku, sebab listrik tidak mampu menciumi penggilingan dan pengeringannya, sejak Indonesia membagikan tabung gas kepada rakyat miskin.
Kebudayaan apa ini, bila keluarga membenci kamar mandi? Semua berharap ada yang mencucikan pakaiannya. Tiap sore dan pagi, aku berteriak agar mereka membersihkan tubuh, menggosok gigi, mencuci mulut, mencuci rambut, dan membuang semua kotoran di perut.
Dan, sebenarnya aku membenci pesawat terbang yang membawa pembantu rumah tangga. Tidak ada yang mau sekolah sambil memasak dan mencuci. Semua turun ke jalan menuntut hidup gratis!
Agama mana yang mampu membuat pakaian era ini terus bersih dan wangi seperti di surga. Hanya iklan menjelaskannya, meskipun aku terus mencuci pakaian anak-anakku.
Lalu anak-anakku tidak pernah mencatat mimpiku. Mimpi istriku. Mimpi nabiku. Mungkin, pakaian sekolah mereka yang kotor, dibuat para buruh yang selalu mengeluh.
Aku mencuci pakaian anakku. Mencuci. Mencuci. Berharap mereka mencatat mimpiku. Mimpiku, bernyanyi sepanjang waktu: Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya. Indonesia sejak dulu kala, selalu dipuja-puja bangsa. Di sana, tempat lahir beta. Dibuai, dibesarkan bunda...*)

2008

*) Lagu INDONESIA PUSAKA

0 komentar:

Video MUSI MENGALIR

Slide Keluarga