Jumat, 03 Desember 2010
Sajak T. Wijaya
Aku pamrih pada ikan gurami dan lele, yang tumbuh di tiga kolamku. Setelah kuberi makan berpuluh kilogram pelet dan sayuran, pada waktunya kumakan dan kujual. Pangan kami. Tapi bulan di atas atap pondok ini tidak setia lagi. Dia menyampaikan pada penduduk New York, apa yang kami keluhkan mengenai pangan hari ini. Dia pun tak mampu menepiskan awan hitam yang sebentar lagi memberi hujan dan petir.
Tuhan, masukilah ikan gurami dan lele buat berkembang menjadi jutaan dan membesar, sehingga kami dapat sembunyi dari Amerika Serikat. Pangan kami.
Pangan kami.
Kami.
2010
Senin, 22 Maret 2010
Sajak T.WIJAYA
Ayahku kehilangan bolanya. Belum juga gugur paku, gergaji, dan kegilaan ingin membunuhnya, dari sang istri yang ketakutan atas kemiskinan, di lapangan hijau ini. Ayahku melewati takdirnya. Dia disumpah miskin saat menggiring bola. Bola yang ditendangnya tetap ditulisnya: Tuhan, ampuni segala dosa istriku. Biarlah gergaji, paku, yang keluar dari mulutnya menjadi kaca akan ketakutannya. Tunjukkan surga padanya.
Ayahku menendang lagi bolanya. Gol, tapi paku, gergaji, dan ancaman meninggalkan kami, tetap menusuk gawang telinganya dari sang istri yang dijajah kenangan direndahkan di ruang istrirahat pemain. Ayahku tidak memburu cantik permainan. Dia membangun banyak gol, teruntuk kami yang membuat banyak bola di pinggir lapangan. Semua bola kami ditendangnya, juga ditulisnya: Tuhan, ampuni semua dosa anak-anakku. Tunjukkan surga padanya.
2010