Minggu, 03 Agustus 2008

Kawanku Masuk Penjara

T. WIJAYA
Kawanku Masuk Penjara

Kawanku masuk penjara. Dia mengirim puisi pukul 00.15. Bukan puisi, katanya. Cuma 13 orang miskin di tepian sungai Musi seperti anak ayam yang dicabuti bulunya di balik terali besi. Dia sadar, bukan miskin sebenarnya. Mereka hanya menyetrum ikan, bukan membakar Bank Indonesia. Tangisan anak dan bini, tidak terbayangkan dari dalam pesawat yang membawanya dari Hongkong ke tepi sungai Musi.
Kawanku masuk penjara. Dia tetap orang kaya. Benderanya masih tersimpan di saku celana panjangnya. Bau busuk tak lain adalah kentut, yang terkurung 3 x 4 meter. Aku teringat dengan pembuangan papa di dalam perahu selama puluhan bulan di laut Cina Selatan, katanya.
Aku juga di penjara. Ruanganku penuh tagihan utang, rekening listrik, telepon, serta setumpuk surat dari kepala sekolah anak-anakku. Penjaraku membuat banyak kata seperti senjata yang geli. Tidak membunuh, tapi orang-orang punya mimpi: Sapi terbang di atas rumah, dan beranak di setiap kantor polisi yang kelelahan menjaga sopir-sopir yang tidak mengerti jadwal salat.
Kawanku masuk penjara. Jauh dari cita-citanya, mati seperti Munir dan bahagia seperti Obama, atau petani yang tidak pernah menjual kepada kapal-kapal asing. Kawanku, tubuhnya tetap 165 centimeter tingginya.

2008

Video MUSI MENGALIR

Slide Keluarga