Selasa, 29 Juli 2008
T. WIJAYA
Mencari Kutu dan Uban
Kemiskinan tidak dapat menghentikan masyarakat mencari kutu, uban, di kepala penuh palu kemarahan. Mereka. Nyonya-nyonya yang berjuang menjaga beras tidak lari dari kejaran ayam, dan antrian yang penuh fitnah di kios minyak tanah, terus menjaga rambutnya. Rambutnya cuma seoles minyak sayur, dan belaian tangan-tangan tanpa kasih meremas tiap subuh. Nyonya-nyonya selalu kedinginan memulai salat subuh. Mereka.
Kemiskinan tidak dapat mendinginkan masyarakat mencari uban, dan kutu yang menumpuk di titik tengah kepala. Liarnya harapan menghisap darah. Darah. Bukan sebagai iklan yang muncul tiba-tiba menggantikan abah, yang tiba-tiba mati, menyusun agenda perjalanan ke desa. Desa yang tetap menjaga nyonya-nyonya. Mereka.
Kemiskinan tetaplah uban dan kutu yang dikalahkan waktu tanpa dapur yang diam. Melulu berteriak seperti gergaji di hutan tanpa nyonya. Mereka. Antri di belakang celanamu. Robeklah pada bagian pantatnya. Mereka.
2008
Mencari Kutu dan Uban
Kemiskinan tidak dapat menghentikan masyarakat mencari kutu, uban, di kepala penuh palu kemarahan. Mereka. Nyonya-nyonya yang berjuang menjaga beras tidak lari dari kejaran ayam, dan antrian yang penuh fitnah di kios minyak tanah, terus menjaga rambutnya. Rambutnya cuma seoles minyak sayur, dan belaian tangan-tangan tanpa kasih meremas tiap subuh. Nyonya-nyonya selalu kedinginan memulai salat subuh. Mereka.
Kemiskinan tidak dapat mendinginkan masyarakat mencari uban, dan kutu yang menumpuk di titik tengah kepala. Liarnya harapan menghisap darah. Darah. Bukan sebagai iklan yang muncul tiba-tiba menggantikan abah, yang tiba-tiba mati, menyusun agenda perjalanan ke desa. Desa yang tetap menjaga nyonya-nyonya. Mereka.
Kemiskinan tetaplah uban dan kutu yang dikalahkan waktu tanpa dapur yang diam. Melulu berteriak seperti gergaji di hutan tanpa nyonya. Mereka. Antri di belakang celanamu. Robeklah pada bagian pantatnya. Mereka.
2008
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar