Kamis, 10 Juli 2008
T. WIJAYA
Sembunyi
Ibu, jangan sembunyi. Aku tahu kau lari dari kampung itu. Tembok-tembok yang kau bangun sebenarnya sederhana. Hitam. Hitam. Lalu putih. Kini, aku penggemar berat suara-suara daun. Wajah-wajah laut memberi senyum. Tidak memaksa pisau-pisau membelah keinginan berada paling ramai di laut. Sisik-sisik di kulit mereka tidak amis. Jemarinya menyelamatkan punggungku yang dingin. Sultan, bisikku.
Wajah-wajah sungai mengikutiku hingga pesawat menghempaskan rodanya ke aspal bandara.
0 komentar:
Posting Komentar