Jumat, 13 Juni 2008
T. WIJAYA Islam di Jalan Kita sudah lupa salam. Mulut penuh makanan. Saat ini di jalan, tidak ada sudut bibir diangkat sampai segarnya surga. Kerak iler seharga minyak mentah dari Saudi. Sudah tidak pagi lagi. Spanduk-spanduk dibebani cat merah, hijau dan hitam. Dulu, bangku-bangku ini penuh kekasih. Tidak sombong pada berbungkus-bungkus kemplang keliling. Dulu, rumah kami belum dijual. Dari jendelanya, bercat putih, kami mencatat salam. Salam matahari dan bulan, yang bukan minyak mentah dari Saudi. Itu rambut hitam. Rambut hitam di bangku. Manis melewati kisi-kisi jendela. Saat ini di jalan, itu kerut-kerut di kening lunturkan tanggal lahir dan kepastian mati. Boneka-boneka bugil dibakar, foto-foto direbus. Bagaimana kuburmu tanpa salam. Seakan panjang kemarahan itu dalam dekapan berjuta barel minyak mentah. 2006 |
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar