Kamis, 12 Juni 2008

Meninggalkan Surga Sebagai Manusia






T. Wijaya
Meninggalkan Surga Sebagai Manusia

Meninggalkan surga sebagai manusia. Menemui dapur yang menangis. Kolong rumah dingin dan berdebu melilit puluhan tahun. Menangis. Mereka membawa bedak, minyak angin, serta jimat berupa gunting dan kertas berlipat bertuliskan ayat. Jin-jin berkelahi dengan malaikat. Tali pusarku mencatatnya. Menangis.

Dia menemui teman-temannya. Berlari dikejar susu bubuk. Menangis. Kursi menatapku. Dia bergoyang. Tanganku tak mampu pada menit itu. Gelombang dari langit-langit menjatuhkan kecoak ke dalam mulutku. Menangis. Dingin terus menyerang.

Kuraih dan kutelan matahari mengapung di sungai Musi. Kuhembuskan pada puting susunya. Dia melompat. Malam yang panjang. Menangis. Menangis. Aku ingin membunuh manusia, tapi tubuh terus menyeretku. Menangis.

Tahun itu, orang-orang lagi berharap. Dapur-dapur sepanjang sungai Musi kering. Garing. Aku diharapkan. Aku menangis. Airmataku membuat peta pada gambar Bung Karno di bawah kasur. Soeharto berulangkali bicara di radio.

Tahun itu, orang-orang lagi berjualan. Tanah dan rumah terguncang, dan mereka menandai sudut sejarah. Aku diharapkan. Aku menangis. Surga. Surga. Aku diharapkan. Semua diharapkan.

Tahun ini, orang-orang terus berjualan. Menangis. Soeharto ditelan radio.

2008

0 komentar:

Video MUSI MENGALIR

Slide Keluarga