Senin, 02 Juni 2008
T. WIJAYA Sriwijaya 13 [Tiba-tiba kami bertemu, makan pempek, naik mobil, shooting, memotret, mencoba tidak takut dengan gelombang air sungai Musi] Awalnya menatap batas laut, dan menjaga puncak Dempo. Hujan turun membasahi batu-batu serupa harapan. Lalu, berabad-abad menanam nusantara. Taman sepuluh ribu lebih wajah, kulit-kulit pelangi. Belayar dalam berbagai angin, menitipkan rasa setia pada malam dan siang. Seperti It Tsing yang berdiri di bawah matahari tanpa bayangan. Musim berganti. Perahu dimakan sungai-sungai yang menyempit dan menghilang. Di tangan kita yang cemas, air rawa yang sederhana menyisahkan gesekan daun yang tak terekam. Kita tersesat di antara Tiongkok dan India. Tiba-tiba kita berbeda! Mengutuklah janji kita. Kita sakit seperti masyarakat yang disusun di tangga. Saling menghisap ubun-ubun. Ketegaan memucat. Akhirnya kita kembali menemui Bukit Siguntang. Mencari abad-abad nusantara. Kita bersumpah: Memetik Sriwijaya. Hati sebesar tanah, seluas angin, dan selembut air. Tidak ada perempuan atau laki-laki yang dilarang menjadi sederhana dan sama. Menikahlah agar tidak berbeda. 2008 |
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar